“ARTIKEL ILMU KALAM”
MENGUPAS SEBAGIAN PERBEDAAN-PERBEDAAN DALAM ISLAM
S
ebelum dibahas lebih jauh mengenai tema ini, alangkah lebih baiknya jika kita memahami dan mengetahui terlebih dahulu apa itu “ilmu kalam”.
A. Pengertian Ilmu
Abu Syahbah mendefinisikan bahwa, ilmu adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan.
B. Pengertian Kalam
Secara etimologi, kalam berarti ucapan, perkataan, ataupun firman.
Jadi, ilmu kalam adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang perkataan, ucapan, atau firman Tuhan.
Dan saya berpendapat bahwa, ilmu kalam adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang kalam Allah, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang mesti tidak ada pada-Nya, tentang Rosul-rosul-Nya, beserta sifat-sifatnya, juga membahas pokok-pokok atau dasar-dasar agama dengan perpedoman pada ayat-ayat al-Quran, serta menggunakan logika, dan berfungsi untuk memperkuat keimanan.
Berikut definisi ilmu kalam menurut beberapa ulama, diantaranya:
1) Menurut Muhammad Abduh
Ilmun kalam adalah ilmu yang membicarakan wujud Tuhan (Allah), beserta sifat-sifat-Nya yang wajib atau mesti ada pada-Nya, yang tidak mungkin atau mustahil ada pada-Nya, dan juga ilmu yang membicarakan Rosul-rosul (Allah) yang telah ditetepakan-Nya, serta sifat-sifat yang mesti ada padanya, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya.
2) Menurut Rasyid Ridha
Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin.
Setelah islam berkembang keseluruh penjuru dunia, yang dibawa oleh Rosulullah saw. ternyata sepeninggal beliau, agama islam tidak lagi menjadi agama yang benar-benar ada pada hakikatnya yang sempurna, karena realitanya sekarang islam menjadi sebuah tabir untuk kepentingan umat yang tidak bertangggung jawab, katakanlah di Indonesia, banyak muslim yang dikategorikan islam KTP, mengapa demikian? Karena pada realisasi dari pengamalan syari’at islam itu sendiri tidak sempurna dilaksanakan, malahan tidak sama sekali.
Kemudian ada yang berpendapat islam identik dengan teroris, banyak mu’min di Indonesia yang terpengaruh pada ajaran teroris, hal ini disebabkan karena kurangnya pondasi atau dasar-dasar agama yang kuat sehingga bila digemorkan semangat jihad ala terorisme, banyak yang mengikutinya. Sebenarnya hal ini salah besar, karena walaupun tujuan mereka ingin melenyapkan angkara murka, tapi belum tepat sasaran. Sebagian contoh, teragedi bom JW. Mariot, Mega Kuningan, dan yang lainnya, memang kalau saya amati mereka ingin menghancurkan kemaksiatan, karena biasanya di hotel-hotel seperti itu banyak orang yang berkumpul kebo atau melakukan perzinahan, tapi sebetulnya tidak semua orang melakukan kesalahan, sehingga tidak boleh main hakim seperti itu. Kendati demikian, jika ingin menegakan syari’at islam secara sempurna, itu sangat sulit akan terwujud, karena negara ini merupakan negera kepulauan, tediri dari banyak agama, banyak ras, etnis, serta budaya yang lain. Yang pada intinya bangsa Indonesia bermasyarakat multikultural, dan tidak akan bisa diubah dengan cara seperti itu. Contoh kedua, teragedi bom Bali, kaum teroris ingin membumihanguskan para nonmuslim, tapi sebenarnya di sana banyak pula warga muslimnya. Lagi pula dalam ajaran islam tidak boleh memusuhi kafir yang tidak menggangu akan toleransi dengan muslim, dan diperbolehkan juga memerangi kafir harbi (musuh). Pemaparan diatas kaitannya dengan ilmu kalam yaitu pemahaman kaum terorisme yang salah memahami arti jihad dengan penalaran (logika) yang tidak benar.
Kemudian, kita mendapat banyak perbedaan-perbedaan dalam segi beribadah kepda Allah AWT. kalau kita ingin hidup aman, tentram, serta damai, maka haruslah bersikap toleran akan sesama. Jangan menunjukan panatisme golongan, karena hal ini akan menimbulkan perpecahan. Sementara Allah menghendaki persatuan dan kesatuan.
Seperti Firman Allah dalam al-Quran:
•
Artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali Imran : 103).
Sebagai contoh dalam peraktek ibadah sholat, terkadang saya menjumpai adanya perbedaan seperti ada yang kunut (pada salat subuh) ada juga yang tidak. Ada yang ketika tasyahud telunjuknya lurus, ada pula yang yang gerak-gerak. Dalam hal ini mereka selalu menunjukan panitisme golongan, mencap hal yang tidak sama dengannya itu salah (menuduh/ saling menyalahkan), padahal mereka juga belum memastikan bahwa keyakinannya benar 100%. Biasanya golongan yang seperti itu berada di daerah perkampungan atau di pelosok desa (mungkin terpencil).
Mengenai perbedaan dalam sholat tersebut, seharusnya jangan dipermasalahkan, karena coba resapi dan pikirkan tentang penjelasan berikut!
Rosulullah saw. bersabda:
صلوا كما رايت مني اصلى
Artinya:
“Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”.
Yang perlu digarisbawahi adalah, kalimat “kalian melihat aku sholat”, hal ini memberi pengertian kepada para sahabat pada saat itu, untuk tidak menjadikan diperdebatkan, karena pada saat sholat dilakukan, tidak semua sahabat yang menjadi ma’mum khusyu dalam mengerjakannya sesuai dengan maksud khusyu yang pada hakikatnya, seperti firman Allah SWT:
•
•
Artinya:
45.Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
46.(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Dan karena pada saat melaksanakan sholat, ada sahabat yang ngantuk, larak-lirik, pokoknya tidak konsentrasi, jadi ketika melihat Rasulullah tengah tasyahud maka mereka ada yang melihat telunjuknya kadang seperti tegak atau terkadang seperti digerak-gerakan, itu merupakan salah satu contoh berdasarkan riwayat atas hadits tersebut di atas. Jadi dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa, banyaknya yang memperdebatkan tentang persoalan tersebut, dikarenakan tidak tahu atau kurangnya pengetahuan akan hal tersebut secara keseluruhan.
Berdasarkan pengalaman, saya pernah ngobrol dengan seorang Kiyai mengenai perbedaan-perbedan dalam Mazhab, yaitu pada Madzah Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Menurut beliau yang akan diakui tentang isi dari Madzah-madzhab tersebut hanyalah satu. Dan itu belum tentu jelas, entah yang mana, tapi yang diangga paling moderat dan mayoritas di Indonesia yaitu Madzhab Syafi’i. Wallahu ‘alam.
Adapun mengenai Nahdatul Ulama (NU), Persis, dan Muhamadiyah ada yang berpendapat bahwa itu merupakan aliran-aliran yang ada di Indonesia, pecahan atau cabang dari Ahlussunnah Waljamaah, tapi ada pula yang berpendapat bahwa, itu merupakan organisasi dibidang keagamaan.
Contoh, mengenai perbedaan pada penetapan awal Ramadlan dan 1 Syawal, kalau kita memandang dari sudut pandang sebagai organisasi, maka secara politis yaitu dapat diartikan menarik simpatisan untuk organisasi tersebut.
Dan ada kalanya juga, suatu golongan yang diidentikan pada NU, mereka tidak mengakui bahwa mereka adalah golongan NU, akan tetapi yang diakuinya adalah Ahlussunnah Waljamaah, dan seolah-olah NU tidak ada. Malahan Ahlussunnah Waljamaah disejajarkan dengan Persis, ataupun Muhamadiyah, dalam artian sebagai aliran. Tapi ada pula yang berpendapat, dan ini sepakat dengan pendapt saya, yaitu mengenai orang yang termasuk golongan NU, Persis, Muhamadiyah dan yang lainya, yaitu siapa saja yang berpegang teguh atau mejadikan al-Quran dan Sunnah/Hadits sebagai pedoman, maka itu disebut Ahlussunnah Waljamaah. Tapi berdasarkan pengamatan saya, bila di kampung atau di daerah terpencil Ahlussunnah Waljamaah itu sama saja dengan NU, dalam artian tidak dikenal atau kurang dikenal akan adannya NU.
Kemudian bila terjadi perpecahan itu adalah karena kurangnya sikap toleransi dari masing-masing kubu, dan malahan merasa benar sendiri, dan hal inilah yang menyebabakakn umat islam tidak maju-maju di masa sekarang, malah sebaliknya, terkalahkan oleh bangsa-bangsa Barat. Sebenarnya yang menjadi pokok permasalahan akan adanya perbedaan-perbedaan pada setiap golongan, itu disebabkan oleh daya ra’yu (nalar) mereka yang melihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda pula, karena lain kepala lain pula pemikrannya. Maka wajarlah jika banyak perbedaan, dan seharusnya bukan disikapi dengan panatisme golongan, akan tetapi harus dijadikan sebagai acuan bahwa pada dasarnya hukum islam itu luwes dalam artian tidak mendoktrin bahwa hanya pendapat satu oranglah yang benar (hal ini pada masalah furu’), dan untuk masalah ketauhidan tidak boleh diperdebatkan karena harus diyakini bahwa Allah, Tuhan yang Mahaesa.
Dalam hal lain, banyak orang yang memperdebatkan tentang “bid’ah”. Ada yang berpendapat bahwa bid’ah adalah sesuatu yang tidak dicontohkan oleh nabi saw. ada pula yang menyatakan bid’ah adalah tarikat (jalan) yang diada-adakan dalam agama yang dianggap menyerupai syariat untuk beribadah kepada Allah SWT. secara berlebih-lebihan. Kemudian ada yang mengategorikan bahwa setiap bid’ah sesat, mereka memiliki sandaran kuat yaitu berdasarkan hadits Nabi saw., dan ada pula ulama yang nengategorikan bahwa bi’dah, ada yang negative (dalalah) dan ada yang positif (hasanah). Hal ini perlu diklarifikasi, bahwa memang benar setiap bid’ah itu sesat, dan yang mengategorikan bahwa bid’ah ada yang hasanah, itu sebenarnya tidak ada yang hasanah, akan tetapi para ulama menjeneralisasi dari anggapan atau hal yang tidak dicontohkan oleh nabi, karena perbuatan itu positif.
Penjelasannya begini:
Sebenarnya perbuatan manusia dari segi amal ada dua, diantanranya:
I. Perbuatan Ibadah (mahdoh)
Maksunya perbuatan yang dilakukan langsung berhubungan dengan Allah, tanpa adanya perantara terlebihdahulu. Dan hal tersebut memuat kaidah ushul:
الا اصلل فى العبادة التحريم
Artinya:
“Asalnya ibadah itu adalah haram”.
Maksud haram disini yaitu jika ditambah atau dikurang. Dan hal ini kaitannya dengan bid’ah, jika perlakuan yang merupakan ibadah (mahdoh) seperti pada sholat, kemudian pada rakaatnya ditambah atau dikurang maka hal inilah yang disebut dengan bid’ah. Karena tidak dicontohkan oleh nabi, dan memang benar jika itu dilakukan, sesat.
II. Bernilai Ibadah, dan Memuat Kaidah Ushul:
الا اصلل فى الاشياء الاباحة
Artinya:
“Asalnya mengerjakan suatu perkara adalah boleh”.
Kaitannya dengan bid’ah, yaitu jika sesuatu yang tidak dicontohkan oleh nabi, maka itu tidak dikategorkan bid’ah ataupun bid’ah hasanah akan tetapi dikategorikan sesuatu yang bernilai ibadah.
Contoh: melakukan acara maulid nabi dan tahlilan. Itu bukan bid’ah yang hasanah, akan tetapi suatu rangkian kegiatan yang bernilai ibadah, dan sebagai acuannya adalah kaidah ushul fiqh di atas. Karena jika semua rangkaian kegiatan yang tidak dicontohkan nabi, walaupun positif berarti bid’ah. Dan pada realitanya pula pada masa sekarang paling banyak aktivitas yang dilakukan manusia adalah kegiatan yang berdasarkan penemuan baru mereka. Maka janganlah sentimen antara kita semua.
Dan sebagai titik tolak agar kita dapat hidup berdampingan secara baik, maka haruslah bersikap toleransi akan sesama. Dan mengenai terdapatnya perbedaa-perbedaan, maka haruslah disikapi dengan baik pula.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar